Mengapa Saya Meninggalkan Jabhatun Nushrah [SERI 3]

JN

Seri 3 : Tidak Melaksanakan Syari’at Juga Tidak Melarang Kemunkaran

Oleh : Abu Sa’id Al-Britani (dari video “Message of A Mujahidin”)

 

Diterjemahkan Oleh : TIM Hoor Al-‘Ayn

Sebagaimana yang telah disebutkan di akhir bagian kedua dari serial ini, alasan ketiga saya meninggalkan Jabhatun Nushrah adalah karena mereka tidak menerapkan Syariah juga tidak mengambil pelajaran dalam melarang kemunkaran yang merajalela di wilayah yang telah dikuasai.

Ketika saya pertama kali tiba di Syam dan berjalan-jalan di Atmah, Dana, dan sekitarnya, saya merasakan kebahagian yang begitu menggebu, bahwa sekarang saya berada di bumi jihad dan membawa senjata merupakan suatu kehormatan bagi saya. Setelah beberapa minggu berlalu dan kegembiraan itu mulai memudar, saya mulai menyadari bahwa ada banyak kerusakan dan kemungkaran di sekitar saya.

Para Wanita tidak berpakaian sesuai dengan Syari’at Islam (atasan ketat, celana jeans, rok panjang yang ketat, glamor dan berkilauan dengan desain yang menarik perhatian mata, dll); laki-laki merokok dengan bebasnya tanpa ada rasa takut atau menghormati Mujahidin Jabhatun Nushrah ketika berjalan melewatinya; banyak toko-toko yang memutar video musik di TV mereka begitu juga sopir taksi yang bermain musik saat mereka melaju di jalan-jalan; hampir tidak ada yang begegas untuk sholat ketika adzan dikumandangkan, toko-toko tetap buka, orang-orang berjalan begitu saja melewati masjid. Saya mulai merasa seolah-olah kembali ke Jalan Edgeware di London. Satu-satunya perbedaan adalah, bahwa saya memiliki senjata.

Dikarena ini adalah wilayah Dawlah sebelumnya, penduduk disini telah hidup di bawah Syariah untuk periode yang cukup panjang dibawah naungan Dawlah. Jadi tampaknya tidak logis dan tidak rasional bagi kita untuk tidak melanjutkan atas apa yang telah Dawlah tinggalkan (wariskan, pent) [Jika kita benar-benar ingin memerintah dengan Syariah].

Ketika Dawlah berada di kota ini, semua jenis kemunkaran dilarang. Saya bertanya beberapa penduduk setempat dan mereka mengatakan bahwa Dawlah ‘ekstrim’ karena musik dan rokok dilarang, dan semua toko harus ditutup untuk melaksanakan shalat serta para wanita diwajibkan mengenakan Niqab dan pakaian serba hitam.

Ini lah kenyataan yang terjadi. Ketakutan Jabhatun Nushrah dicap sebagai ekstrimis membuat Para Pemimpin mereka membebaskan rakyatnya dari belanggu Syariah.

Benar mereka membutuhkan tarbiyah (pendidikan agama), namun solusinya bukanlah membiarkan mereka kembali berbuat dosa. Semakin banyak dosa yang dilakukan seseorang maka akan semakin sulit hatinya untuk menerima nasihat.

Ketika Anda berjalan keluar masjid anda akan melihat wanita dengan pakaian glamor melewatimu. Anda masuk ke toko-toko ada orang gemuk berjanggut, ia tidak akan melihat siapa saja yang masuk ke tokonya karena matanya yang tertuju pada saluran musik yang dia tonton di tv.

Sering kali saya berbicara dengan amir saya mengenai hal ini, dan dia menyarankan saya agar tidak melarang kejahatan yang saya lihat, paling tidak nantinya penduduk setempat akan mulai membenci kita. Ini (kami tidak melarang kejahatan) telah memberikan banyak dampak negatif, diantaranya adalah bahwa kita tidak langsung menegur orang-orang yang merokok, meninggalkan shalat, serta para wanita mengenakan pakaian yang glamor, musik, dll, yang semua ini baik-baik saja dan dapat diterima sesuai dengan Syariah.

Kami mengatakan bahwa kami adalah kelompok Islam, namun kami tidak melarang kejahatan yang sebelumnya dilarang oleh Dawlah, secara tidak langsung kami mengatakan kepada mereka bahwa Dawlah itu ekstrmis, mereka melarang semua jenis kemunkaran. Dan juga secara tidak langsung kami mengatakan kepada mereka bahwa merokok adalah halal, musik itu halal, bahwa wanita berpakaian tidal sesuai Syari’at adalah halal.

Demikian pula FSA, yang berada di sudut, sehingga ada indikasi ketika kami ingin menegakkan Syariah di kota ini akan menyebabkan mereka mencurigai bahwa kami telah bergabung kepada Dawlah, dan seperti yang saya sebutkan pada bagian 1, JN tidak pernah melihat adanya pertempuran antara FSA dan Dawlah sebagai pertempuran mereka juga [pertempuran antara pihak demokrasi dan pihak yang berperang demi Syari’at Islam]. Sungguh pengecut memang. Mengenai sikap pengecutnya JN akan saya bahas dalam artikel selanjutnya.

Tujuan saya berjihad adalah untuk menjunjung tinggi Kalimatullaah, yaitu untuk hidup di bawah naungan Syariah. Dan saya tidak mau tetap dalam kelompok yang menunjukkan ketidaksukaanya kepada Syariah serta tidak memastikan penduduknya mendapatkan pendidikan Islami.

Hal ini mungkin akan mengejutkan para pembaca, dan banyak mungkin akan ragu serta tidak percaya atas apa yang saya tuliskan , namun saya hanya menceritakan apa yang saya lihat dan saya memiliki banyak ikhwah yang berada di Jabhatun nusrah dan mereka sudah berada di Dawlah sekarang yang juga dapat mengkonfirmasi mengenai hal ini. Saya melihat dengan mata saya sendiri, kejahatan yang semakin meluas dan lemahnya amir Jabhatun nusrah dalam hal ini.

Saya tidak ingin mati ketika membunuh Syi’ah namun hukum yang diberlakukan sebelumnya tidak diganti. Mengapa saya harus mati pada suatu wilayah yang dimana pada wilayah tersebut Kalimatullaah (Syari’at) tidak dijunjung tinggi? Ini bukanlah dasar dari jihad.

Demikian juga ada sebuah kamp pengungsi di dekatnya dan itu dikenal oleh semua orang bahwa prostitusi telah merajalela. Namun apa yang Jabhatun Nusrah lakukan untuk mengatasi masalah ini? TIDAK ADA.

Anda bahkan tidak bisa memberitahu seseorang untuk berhenti merokok meskipun Anda memiliki senjata (pistol). Hampir tidak ada orang di kota yang memiliki rasa hormat terhadap Jabhatun Nusrah dan pendekatan mereka untuk menerapkan syariah yang lemah serta sia-sia.

Dan sebelum semua mengklaim semua ini salah, saya telah berbicara dengan seseorang yang lebih tinggi (senior), saya ingin menyampaikan bahwa saya menceritakan apa yang saya lihat dengan dua mata saya sendiri. Dan dia yang melihat tidak lah sama dengan dia yang tidak melihat (kejadian tersebut, pent)

Selain itu, saya juga berbicara dengan Juru Bicara bahasa inggris mereka, Abu Sulayman Al-Muhajir (Australia), pada 14 Maret 2014 di “Reef Muhandiseen” di masjid. Dalam pertemuan ini yang saya hadiri bersama 3 ikhwan lainnya, saya bertanya kepadanya mengapa kita tidak menerapkan Syariah di daerah kita kontrol. Tanggapan nya yang sangat tidak logis dan tidak praktis, belum lagi muncul kebodohannya. Tapi lebih jauh mengenai Abu Sulaiman Al-Muhajir akan dibahas pada artikel berikutnya.

Saya ingin menyampaiakan garis besarnya, seperti yang saya sampaikan pada akhir bagian ketiga dari seri ini, adalah bahwa kejahatan telah merajalela di wilayah yang telah dikuasai Jabhatun Nushrah, tidak ada yang dilakukan untuk melarang kejahatan langkah apapun yang diambil untuk mengajarkan pendidikan Agama kepada penduduknya, dan ketika saya serta beberapa teman lainnya mengajukan diri untuk ini, proposal kami diabaikan.

Jadi, inilah realitas Jabhatun Nushrah pada saat ini, dan tindakan mereka hanya sekedar ucapan belaka. Bahkan kata-kata mereka adalah bukti perlawanan mereka (saya akan tunjukkan dalam artikel mendatang).

Pada bagian empat seri ini Mengapa Saya Meninggalkan Jabhatun Nusrah, saya akan membahas tentang ketidaktahuan Amir dan Juru Bicara resmi, Abu Sulayman Al-Muhajir, dan diskusi saya dengan dia mengenai pelaksanaan Syariah, dan tindakan bodohnya.

Abu Sa’id Al-Britani

Al-Bab, Syam

9 Jumadits Tsaniy 1436 H (29 Maret 2015)

Leave a comment